Warna dalam seni lukis. Foto UnsplashWarna dan seni sudah menjadi satu kesatuan yang sulit untuk dilepaskan. Unsur warna di dalam seni menjadi sesuatu yang menyegarkan mata. Dengan warna, para pecinta seni bisa nyaman dan tertarik untuk melihat karya-karya seni yang dihasilkan oleh para seni lukis sendiri warna termasuk ke dalam unsur visual yang memiliki peranan penting untuk nilai estetika. Menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia, warna merupakan kesan yang diperoleh mata dari cahaya yang dipantulkan oleh benda-benda; corak rupa, seperti biru dan warna di dalam sebuah seni memang diperlukan. Bahkan, dalam seni lukis sendiri, terdapat lukisan abstrak yang mencampurkan berbagai warna di dalamnya. Gabungan warna tersebut yang membuat lukisan abstrak bisa memiliki nilai estetika yang tinggi. Warna dalam Lingkaran WarnaWarna dalam lingkaran warna. Foto UnsplashMenurut jurnal yang berjudul Teori Warna Penerapan Lingkaran Warna karya Meilani, jika berdasarkan letaknya dalam lingkaran warna, terdapat tiga jenis, yakniWarna primer adalah warna utama yang terdiri dari biru, merah, dan kuning yang disebut juga sebagai hue. Ketiga warna ini yang nantinya bisa dikombinasikan sehingga menghasilkan warna lainnya. Warna-warna yang dihasilkan dari percampuran warna-warna primer biru, merah, dan kuning dalam satu ruang warna. Hasil pencampuran warna primer ini, yakni hijau, oranye, tersier merupakan warna yang dihasilkan dari campuran satu warna primer dengan satu warna sekunder dalam sebuah ruang dalam Seni LukisWarna dalam seni lukis. Foto UnsplashSetelah mengetahui pembagian warna berdasarkan dengan lingkaran warna, berikut pembagian warna dalam seni lukis seperti yang dikutip dari buku Seni Budaya Kelas XI yang disusun oleh Kementerian Pendidikan dan hangat yang ada dalam seni lukis dapat digambarkan seperti warna merah. Warna hangat ini memberikan filosofis untuk bisa berpikir maju, memberikan semangat, serta mendatangkan dingin dapat diartikan sebagai warna yang tenang seperti warna putih. Warna dingin melambangkan kesejukan, ketenangan, dan kelembutan. Selain itu, warna dingin ini juga bisa menggambarkan sesuatu agar terlihat lebih hue berarti warna dasar yang ada di kombinasi warna. Contohnya seperti merah, hijau, dan biru. Saturation atau saturasi merupakan ukuran dari kemurnian warna dan kecemerlangan. Warna-warna yang terang adalah warna yang memiliki saturasi tinggi, sedangkan warna yang memiliki saturasi rendah adalah warna-warna merupakan warna yang didominasi dengan hitam dan putih. Warna monokrom ini tidak memiliki saturasi karena tidak memiliki intensitas warna di dalamnya. Singkatnya, warna monokrom adalah warna yang tidak komplementer merupakan warna yang berseberangan pada roda warna dalam seni lukis. Umumnya, warna komplementer dapat bekerja sama dengan baik dan menghasilkan komposisi warna yang hal tersebut dapat berbanding terbalik jika yang dihasilkan adalah warna unkomplementer. Artinya, warna tersebut dapat merusak karya seni lukis tersebut.
Mendudukitempat yang khusus dalam seni rupa karena tekstur merupakan bahan dasar dari mana sebuah karya seni rupa dibuat. Tekstur yakni nilai raba dari suatu permukaan. Dapat dianalisa dalam tiga aspek: (a) kualitas raba dari permukaan; (b) kualitas raba dari manipulasi benda tiga dimensi; dan (d) kualitas visual dari permukaan benda.
Fine art is one of the artifacts that are present as a result of human behavior and human actions that are driven by motivation in their thoughts and feelings. Therefore, a work of art is not something isolated but is an element of a system so that the meaning contained in it is systemic as well. This means that the meaning of a work of art can be determined by the system, by the work of art itself, and by the humans who make the work of art, or who associate physical elements from the environment with certain meanings. This has become the object of theoretical study and is systematically analyzed by semiotics by relying on the sign as the main concept. Fine art in the study of semiotics is not only limited to a theoretical framework, but also as a method of analysis. For example, in fine art analyzing, Peirce's theory of triangle meaning consisting of a sign, object, and interpretant is one theory that can be applied. Discover the world's research25+ million members160+ million publication billion citationsJoin for free SASAK DESAIN VISUAL DAN KOMUNIKASI Vol. 04 No. 1 Mei 2022, Sasak Desain Visual Dan Komunikasi 29 Vol. 4, Mei 2022 29~36 Semiotika dalam Metode Analisis Karya Seni Rupa Semiotics in Fine Art Work Analysis Methods Pangeran Paita Yunus1, Muhammad Muhaemin2 1,2Universitas Negeri Makassar, Indonesia Genesis Artikel Diterima, 17 April 2022 Direvisi, 25 April 2022 Disetujui, 3 Mei 2022 Karya seni rupa sebagai salah satu artefak yang hadir akibat perilaku manusia dan tindakan manusia yang didorong oleh motivasi dalam pemikiran dan perasaannya. Oleh karena itu, karya seni rupa bukanlah sesuatu yang terisolasi, tetapi merupakan salah satu unsur dari suatu sistem sehingga makna yang terkandung di dalamnya bersifat sistemis pula. Hal ini berarti bahwa makna karya seni rupa dapat ditentukan oleh sistem, oleh karya seni rupa itu sendiri, dan oleh manusia yang membuat karya seni itu, atau yang mengaitkan unsur fisik dari lingkungan dengan makna tertentu. Hal ini telah menjadi objek kajian teoritis dan secara sistematis dianalisis oleh semiotik dengan bertumpu pada tanda sebagai konsep pokoknya. Seni rupa dalam kajian semiotik tidak hanya terbatas sebagai kerangka teori, namun sekaligus juga sebagai metode analisis. Misalnya dalam menganalisis karya seni seni rupa, teori Peirce segi tiga makna triangle meaning yang terdiri atas sign tanda, object objek, dan interpretant interpretan, sebagai salah satu teori yang dapat diterapkan. Kata Kunci Semiotika, Analisis, Karya Seni Rupa Keywords semiotics, analysis, fine art Fine art is one of the artifacts that are present as a result of human behavior and human actions that are driven by motivation in their thoughts and feelings. Therefore, a work of art is not something isolated but is an element of a system so that the meaning contained in it is systemic as well. This means that the meaning of a work of art can be determined by the system, by the work of art itself, and by the humans who make the work of art, or who associate physical elements from the environment with certain meanings. This has become the object of theoretical study and is systematically analyzed by semiotics by relying on the sign as the main concept. Fine art in the study of semiotics is not only limited to a theoretical framework, but also as a method of analysis. For example, in fine art analyzing, Peirce's theory of triangle meaning consisting of a sign, object, and interpretant is one theory that can be applied. This is an open access article under the CC BY-SAlicense Penulis Korespondensi Pangeran Paita Yunus, Program Studi Pendidikan Seni Rupa, Universitas Negeri Makassar, Email pangeranpaita69 SASAK DESAIN VISUAL DAN KOMUNIKASI Vol. 04 No. 1 Mei 2022, Journal Sasak 30 1 PENDAHULUAN Semiotika yang dipahami sebagai kajian tentang sistem tanda, merupakan sebuah wilayah yang luas yang objek kajiannya mencakup berbagai disiplin pemikiran, dari disiplin filsafat, antropologi, aristektur, arkeologi, kesusastraan, linguistik, seni, dan lain-lain. Hal ini berarti bahwa sebagai sistem teoritis yang mengkaji makna dapat diakomodir berbagai perspektif makna yang berkembang dalam penelitian setiap disiplin. Dalam semiotik makna didefinisikan secara erat dengan tanda, tetapi hubungan antara makna dan tanda dikonseptualkan secara berbeda jika pendirian teoritis berbeda. Karya seni rupa sebagai salah satu artefak yang hadir akibat perilaku manusia dan tindakan manusia yang didorong oleh motivasi dalam pemikiran dan perasaannya. Oleh karena itu, karya seni rupa bukanlah sesuatu yang terisolasi, tetapi merupakan salah satu unsur dari suatu sistem sehingga makna yang terkandung di dalamnya bersifat sistemis pula. Hal ini berarti bahwa makna karya seni rupa dapat ditentukan oleh sistem, oleh karya seni rupa itu sendiri, dan oleh manusia yang membuat karya seni itu, atau yang mengaitkan unsur fisik dari lingkungan dengan makna tertentu. Hal ini telah menjadi objek kajian teoritis dan secara sistematis dianalisis oleh semiotik dengan bertumpu pada tanda sebagai konsep pokoknya. Telah dikemukakan sebelumnya bahwa semiotika merupakan ilmu yang memiliki wilayah kajian yang luas, namun sejauh ini pengertian, pendekatan, dan teori semiotik demikian beragam sehingga kajian yang dilakukan oleh pakar semiotik mengenai karya seni rupa tidak membuahkan hasil yang menjernihkan dan memberikan harapan baru. Objek kajian seni rupa meliputi segala sesuatu yang merupakan hasil aktivitas batin yang dituangkan dalam bentuk karya atau sesuatu yang dapat membangkitkan perasaan orang lain. Karena berhubungan erat dengan aktivitas batin dan terkadang berhubungan dengan budaya setempat, maka karya seni rupa yang jenisnya cukup beragam, kriterianya sangat sulit dihasilkan melalui kesepakatan umum, terutamanya tentang maknanya. Namun seni rupa hadir pula sebagai suatu disiplin dan hasilnya dapat dinikmati. Karya seni rupa dengan tanda dan simbol yang diusungnya dapat dinikmati berkat kemampuannya menyediakan diri untuk dihayati dari berbagai segi dan sudut pandang. Tanda-tanda sebagai objek studi bisa berupa beberapa artefak yang telah diinterpretasikan secara holistik sebagai sebuah bentuk, gaya, atau genre, yang dalam istilah cultural studies disebut teks. Dalam semiotik, sebuah teks merepresentasikan sebuah rangkaian koheren dari signifiers [1][2]. Demikian sekilas gambaran tentang apa yang menjadi perhatian dari penelitian dengan metodologi semiotik. Semiotika berasal dari kata Yunani Semeion yang berarti tanda. Semiotika adalah ilmu yang berurusan dengan pengkajian tanda sign dan segala sesuatu yang berhubungan dengan tanda, seperti sistem tanda dan proses yang berlaku bagi penggunaan tanda [3]. Menurut Eco dalam Dadan, [4] menyatakan tanda sebagai sesuatu yang atas dasar konvensi sosial yang terbangun sebelumnya, dapat dianggap mewakili sesuatu yang lain. Tanda adalah sesuatu yang bagi seseorang berarti sesuatu yang lain. Segala sesuatu yang dapat diamati atau dibuat teramati dapat disebut tanda. Karena itu, tanda tidaklah terbatas pada benda. Adanya peristiwa, tidak adanya peristiwa, struktur yang ditemukan dalam sesuatu, suatu kebiasaan, semua ini dapat disebut tanda. Oeh karena itu masalah penelitian yang ingin diuangkap dalam penelitian ini mengenai analisis karya seni rupa menggunakan metode pendekatan semiotika. 2 METODE PENELITIAN Metode yang digunakan dalam penelitian ini adalah metode penelitian kepustakaan library research. Penelitian kepustakaan adalah penelitian yang dilakukan dengan menggunakan kepustakaan library yang dapat berupa buku, catatan, atau laporan hasil penelitian sebelumnya.[5]. Studi kepustakaan ini dilakukan untuk mendapatkan informasi yang bersifat teoritis sehingga peneliti mempunyai landasan teori yang kuat sebagai suatu hasil ilmiah. Data dalam penelitian ini berdasarkan buku dan jurnal yang relevan untuk di teliti penulis. [6] 3 HASIL DAN ANALISIS a. Semotika sebagai metode analisis Semiotika menurut Berger memiliki dua tokoh yakni Ferdinand De Saussure dan Charles Sander Peirce. Kedua tokoh tersebut mengembangkan ilmu semiotika secara terpisah dan tidak mengenal satu sama lain. Saussure di SASAK DESAIN VISUAL DAN KOMUNIKASI Vol. 04 No. 1 Mei 2022, Sasak Desain Visual Dan Komunikasi 31 Vol. 4, Mei 2022 29~36 Eropa dan Peirce di Amerika Serikat. Latar belakang keilmuan Saussure adalah linguistik, sedangkan Peirce adalah filsafat. Saussure menyebut ilmu yang dikembangkannya semiology. Semiologi menurut Saussure didasarkan pada anggapan bahwa selama perbuatan dan tingkah laku manusia membawa makna atau selama berfungsi sebagai tanda, harus ada dibelakangnya sistem pembedaan dan konvensi yang memungkinkan makna itu. Di mana ada tanda di sana ada sistem. Sedangkan Peirce menyebut ilmu yang dibangunnya semiotika. Bagi Peirce yang ahli filsafat dan logika, penalaran manusia senantiasa dilakukan lewat tanda. Artinya, manusia hanya dapat bernalar lewat tanda. Dalam pikirannya, logika sama dengan semiotika dan semiotika dapat diterapkan pada segala macam tanda. Dalam perkembangan selanjutnya, istilah semiotika lebih popular daripada semiologi [7]. Penerus Saussure yang berpengaruh adalah antara lain Louis Hjemslev 1899-1965, sedangkan penerus Peirce antara lain Charles Morris 1901-1979. Di samping tokoh-tokoh tersebut, ada dua tokoh yang berpengaruh pada perkembangan teori semiotik, yaitu Roland Barthes 1915-1980 dan Umberto Eco 1932-2016 [8]. Perbedaan utama antara Saussure dan Peirce adalah dalam hal peranan yang diberikan kepada realitas. Menurut Saussure realitas berdampak ada batin mind, atau pikiran, maka eksistensinya berlanjut terlepas dari realitas itu dalam bentuk citra, dan citra image pada gilirannya akan berpengaruh pada persepsi dari realitas itu. Sedangkan Peirce realitas berada di luar batin dan merupakan dua hal yang saling terpisah. Ground/sign dibagi menjadi tiga bagian, yaitu qualisign, sinsign dan legisign. Qualisign adalah kualitas yang ada dalam sebuah tanda, misalnya berupa kata-kata; lemah, keras, kasar, lunak, manis. Sinsign adalah keberadaan sebenarnya dari suatu objek atau peristiwa dalam tanda; kata yang samar atau keruh dalam rangkaian kalimat "air sungai keruh" menunjukkan bahwa ada hujan di hulu sungai. Legisign adalah spesifikasi yang dikandung dalam rambu, seperti rambu lalu lintas yang menunjukkan hal-hal yang boleh atau tidak boleh dilakukan manusia [9]. Bila ditelaah lebih dalam, Peirce mengembangkan sistemnya dalam kerangka filsafat, sedangkan Saussure dalam kerangka linguistik. Oleh karena itu, sistem semiotik yang dikembangkan Peirce secara terperinci mempersoalkan sifat dan hakikat tanda sign dalam kaitan dengan keseluruhan realitas sebagai permasalahan teori pengetahuan atau epistemology. Saussure memusatkan perhatiannya pada pertalian antar tanda dan pertalian itu dianggapnya unsur pembentuk makna. Pierce membuat teori bahwa makna dapat diciptakan dengan masuk ke dalam pikiran penerjemah [10]. Representasi adalah proses perekaman gagasan, pengetahuan, atau pesan secara fisik. Secara lebih tepat, dapat didefinisikan sebagai penggunaan tanda- tanda gambar, suara, dan sebagainya. untuk menampilkan ulang sesuatu yang diserap, diindra, dibayangkan, atau dirasakan dalam bentuk fisik [11]. Umberto Eco 1976 menyebutkan sembilan belas bidang yang bisa dipertimbangkan sebagai bahan kajian semiotik. Kesembilan belas bidang itu adalah zoo-semiotics semiotik binatang, olfactory signs tanda-tanda bauan, tactile communication komunikasi rabaan, code of taste kode-kode cecapan, paralinguistics paralinguistic, medical semiotics semiotika medis, kinesics and proxemics kinetic dan proksemik, musical codes kode-kode musik, formalized languages bahasa yang diformalkan, written languanges, unknown alphabets, secret codes bahasa tertulis, alphabet tak dikenal, kode rahasia, natural languages bahasa alam, visual communication komunikasi visual, dan system of objects sistem objek [4] Seni rupa dalam kajian semiotik tidak hanya terbatas sebagai kerangka teori, namun sekaligus juga sebagai metode analisis. Misalnya dalam menganalisis karya seni seni rupa, teori Peirce segi tiga makna triangle meaning yang terdiri atas sign tanda, object objek, dan interpretant interpretan yang menurut Peirce menjadi salah satu bentuk tanda adalah objek visual. Sedangkan objek adalah sesuatu yang dirujuk tanda. Sementara interpretan adalah tanda yang ada dalam benak seseorang tentang objek yang dirujuk sebuah tanda. Apabila ketiga elemen makna itu berinteraksi dalam benak seseorang, maka muncullah makna tentang sesuatu yang diwakili oleh tanda tersebut. Yang dikupas teori segi tiga makna atau triadic system oleh Peirce adalah persoalan bagaimana makna muncul dari sebuah tanda ketika tanda itu digunakan orang pada waktu berkomunikasi lewat karya seni yang dihasilkannya. Konsep semiotika Pierce berfokus pada hubungan segitiga antara objek, representasi dan interpretasi, dalam hubungan triadic terbagi menjadi 3 bagian, hubungan simbolik dilihat berdasarkan kesamaan similarity antara unsur-unsur yang dimaksud. [12]. Selain Charles Sander Peirce, masih ada beberapa ahli lain yang membahas teori tentang tanda ini, di antaranya Ivor Armstrong Richard yang melahirkan teori Semantic Triangle segi tiga semantik. Teori Richard ini mirip dengan teori segi tiga makna Peirce. Teori Richard menempatkan pada titik puncaknya terdapat reference pikiran yang menunjukkan munculnya kembali ingatan masa lalu tentang suatu realitas dalam konteks masa kini. Di bawahnya terdapat referent dan symbol. Referent adalah objek yang dipersepsikan dan menimbulkan kesan dalam SASAK DESAIN VISUAL DAN KOMUNIKASI Vol. 04 No. 1 Mei 2022, Journal Sasak 32 ingatan. Sementara symbol adalah kata-kata yang dipakai untuk menyebut referent atau objek Sudibyo, Hamad, 2001 81. b. Analisis Semiotika Karya Seni Rupa Model Charles Sanders Peirce Semiotika merupakan ilmu tentang tanda- tanda. Semiotika adalah suatu ilmu atau metode analisis untuk mengkaji tanda. Tanda-tanda adalah perangkat yang dipakai dalam upaya berusaha mencari jalan di dunia ini, ditengah- tengah manusia dan bersama-sama manusia. Semiotika pada dasarnya hendak mempelajari bagaimana kemanusiaan memaknai hal-hal. Mamaknai dalam hal ini tidak dapat dicampuradukkan dengan mengkomunikasikan. Memaknai berarti bahwa objek-objek tidak hanya membawa informasi, dalam hal mana objek-objek itu hendak berkomunikasi, tetapi juga mengkonstitusi sistem terstruktur dari tanda. Studi tentang tanda dan segala yang berhubungan dengannya, cara berfungsinya, hubungannya dengan tanda-tanda lain, pengirimannya dan penerimaannya oleh mereka yang menggunakannya. Charles Sanders Pierce sering disebut sebagai "The Big Theory" karena ide-idenya yang komprehensif, deskripsi struktural dari semua makna, dan Pierce ingin mengidentifikasi partikel dasar simbol dan menyusun kembali komponen menjadi satu struktur tengah. [1]. Menurut Charles Sanders Pierce, salah satu bentuk simbol adalah kata-kata, oleh karena itu dapat disebut simbol jika memenuhi dua syarat 1 Dapat dirasakan melalui panca indera dan pikiran/perasaan, 2 Memiliki fungsi sebagai simbol berarti dapat mewakili sesuatu yang lain. [13]. Teori semiotik dari Peirce, lebih menekankan pada logika dan filosofi dari tanda- tanda yang ada di masyarakat dan seringkali disebut sebagai grand theory’ dalam semiotika. Menurut Peirce, logika harus mempelajari bagaimana orang bernalar. Penalaran itu, menurut hipotesis teori Peirce yang mendasar, dilakukan melalui tanda-tanda. “Tanda-tanda memungkinkan kita berpikir, berhubungan dengan orang lain, dan memberi makna pada apa yang ditampilkan oleh alam semesta. Manusia mempunyai kemungkinan yang luas dalam keanekaragaman tanda; di antaranya tanda-tanda linguistik merupakan kategori yang penting, tetapi bukan satu-satunya kategori”. Hal ini disebabkan karena gagasannya bersifat menyeluruh, deskripsi struktural dari semua sistem penandaan. Peirce ingin mengidentifikasi partikel dasar dari tanda dan menggabungkan kembali semua komponen dalam struktur tunggal. Sebuah tanda atau representamen menurut Peirce adalah sesuatu yang bagi seseorang mewakili sesuatu yang lain dalam beberapa hal atau kapasitas. Sesuatu yang lain itu oleh Peirce disebut interpretant dinamakan sebagai interpretan dari tanda yang pertama, pada gilirannya akan mengacu pada objek tertentu. Dengan demikian menurut Peirce, sebuah tanda atau representamen memiliki relasi triadik’ langsung dengan interpretan dan objeknya [14]. Proses semiosis’ Signifikasi. Menurut Peirce merupakan suatu proses yang memadukan entitas berupa representamen dengan entitas lain yang disebut objek. Semiotika sebagai suatu hubungan antara tanda , objek, dan makna. Tanda mewakili objek referent yang ada di dalam pikiran orang yang menginterpretasikannya interpreter. Representasi dari suatu objek disebut dengan interpretant. Untuk menginterpretasi tanda dibutuhkan tiga elemen, yaitu tanda, objek, dan penafsir. Penafsir adalah manusia yang melakukan interpretasi terhadap objek dan tanda yang mewakilinya. Setiap tanda dapat memiliki arti yang berbeda dalam konteks yang berbeda. Pierce membedakan tipe-tipe tanda menjadi ikon icon, indeks index, dan lambang symbol yang didasarkan atas relasi diantara representamen dan objeknya. Dapat diuraikan sebagai berikut 1 Icon sesuatu yang melaksanakan fungsi sebagai penanda yang serupa dengan bentuk objeknya terlihat pada gambar atau lukisan; 2 Index sesuatu yang melaksanakan fungsi sebagai penanda yang mengisyaratkan petandanya; dan 3 Symbol sesuatu yang melaksanakan fungsi sebagai penanda yang oleh kaidah secara konvensi telah lazim digunakan dalam masyarakat [16] [2]. Tipe-tipe tanda seperti ikon, indeks, dan simbol, memiliki nuansa-nuansa yang dapat dibedakan. Perbedaan antara ikon, indeks, dan simbol dapat dilihat pada contoh berikut SASAK DESAIN VISUAL DAN KOMUNIKASI Vol. 04 No. 1 Mei 2022, Sasak Desain Visual Dan Komunikasi 33 Vol. 4, Mei 2022 29~36 Tabel 1. Trikotomi Ikon, Indeks dan Simbol Dari Charles Sanders Pierce Gambar-gambar Patung-Patung tokoh besar Foto Barack Obama Asap/api Gejala penyakit bercak merah/campak Tabel di atas berasal dari pernyataan Peirce bahwa Suatu analisis tentang esensi tanda… mengarah pada pembuktian bahwa setiap tanda ditentukan oleh objeknya. Pertama, ketika saya menyebut tanda suatu ikon, maka suatu tanda akan mengikuti sifat objeknya. Kedua, ketika saya menyebut tanda suatu indeks, kenyataan dan keberadaan tanda itu berkaitan dengan individual. Ketiga, ketika saya menyebut tanda suatu symbol, kurang lebih hal itu diinterpretasikan sebagai objek denotatif lantaran adanya kebiasaaan istilah yang saya gunakan untuk mencakup sifat alamiah [15] Bila penyataan Sausurre tentang penanda dan petanda adalah kunci dari model analisis semiology, maka trikotomi Pierce adalah kunci menuju analisis analisis semiotika. Berikut disajikan contoh penerapan analisis semiotika pada karya komik Irfan Arifin yang berjudul “Garang saat demo, garing saat sidang” [16], dengan menggunakan metode hubungan segi tiga makna model Charles Sanders Peirce, sebagai berikut a Representasi Komik strip Karya Irfan Arifin Penggambaran peristiwa yang ditampilkan dalam komik strip 1 merujuk pada peristiwa sesungguhnya yang benar-benar terjadi dalam dunia kampus dan mahasiswa, yakni aksi orasi yang riuh dalam demo dan pelaksanaan kegiatan sidang skripsi. Kedua peristiwa ini menjadi objek dalam komik strip karya Irfan Arifin. Berikut ini adalah tampilan atau representasi dari komik strip tersebut. Gambar 1. Komik strip 1 “Garang saat demo garing saat sidang”. Sumber Akun Instagram irfanarifin_mammiri. b. Analisis Trikotomi Tanda pada Komik Strip Untuk menemukan tanda, maka komik strip karya Irfan Arifin diidentifikasi dan diuraikan berdasarkan teori trikotomi tanda oleh Pierce, yakni Representament, Object, dan Interpretant. Pada contoh ini hanya dibahas objek tanda berupa icon, indeks, dan simbol, sebagai berikut. SASAK DESAIN VISUAL DAN KOMUNIKASI Vol. 04 No. 1 Mei 2022, Journal Sasak 34 Tabel 2. Obyek Ikon, index dan symbol dari Pierce Icon Tingkat kemiripan antara tanda dan acuannya Panel 1 Gambar mahasiswa yang sedang demo. Tanda ini menampakkan bagaimana suasana dan tampilan aksi mahasiswa yang sangat garang dan berani berorasi menyuarakan pendapatnya dengan lantang saat berdemo. Representasi gambar ini menjadi Icon yang memiliki kesamaan rupa dengan kegiatan demo yang sesungguhnya. Panel 2 Gambar seorang mahasiswa dan dua orang dosen penguji skripsi. Tanda ini menampakkan bagaimana suasana dan tampilan seorang mahasiswa yang gugup dalam ruang sidang skripsi di hadapan dua orang dosen penguji skripsi. Representasi gambar ini menjadi Icon yang memiliki kesamaan rupa dengan kegiatan sidang skripsi yang sesungguhnya. Index Hubungan sebab dan akibat Panel 1 Aksi demo dilakukan di luar ruangan dan mahasiswa beramai- ramai menyuarakan pendapatnya tanpa berbicara langsung di hadapan orang yang mereka perotes. Hal ini menjadi penyebab dari keberanian dan kegarangan mahasiswa saat melakukan aksi demo. Panel 2 Sidang skripsi tepatnya pada seminar hasil, mengharuskan mahasiswa memberikan penjelasan mengenai hasil dari penelitian atau skripsinya secara langsung di hadapan para dosen penguji dalam ruang seminar. Hal ini menyebabkan mahasiswa ini menjadi terbata-bata dan sangat gugup saat menjelaskan langsung di hadapan para dosen. Index antara Panel 1 dan panel 2 Pada panel 1, mahasiswa ini sangat aktif pada kegiatan di luar perkuliahan seperti demo dan kurang memperhatikan kuliahnya. Hal ini mengakibatkan peristiwa pada panel 2, yakni pada saat sidang skripsi tiba, mahasiswa ini menjadi terbata- bata dan sangat gugup karena kurang mempersiapkan diri, baik secara teori maupun SASAK DESAIN VISUAL DAN KOMUNIKASI Vol. 04 No. 1 Mei 2022, Sasak Desain Visual Dan Komunikasi 35 Vol. 4, Mei 2022 29~36 mental di hadapan para dosen pembimbing. Symbol Tanda berdasarkan konvensi atau kesepakatan di masyarakat Panel 1 1. Berdiri paling depan, menandakan bahwa mahasiswa ini adalah pemimpin orasi dalam kegiatan demo. 2. Baju berwarna orange, Menandakan warna yang menjadi ciri khas Universitas Negeri Makassar. 3. Ekspresi wajah garang, menunjukkan rasa emosi, marah, galak dan kuat. 4. Rambut gondrong, menandakan mahasiswa senior. 5. Tatapan mata tajam dan kepalan tangan ke atas, Menandakan semangat yang tinggi. 6. Mulut terbuka lebar pada TOA Speaker, menandakan sedang menyuarakan pendapatnya dengan lantang. 7. Sekumpulan orang berwarna hitam yang berdiri di belakang, menandakan banyaknya mahasiswa yang terlibat dalam kegiatan demo. 8. Bunyi huruf “Bla… bla… bla… bla…” pada balon kata, m enandakan bahwa mahasiswa ini mengatakan banyak hal. Panel 2 1. Ekspresi wajah gugup, menunjukkan rasa khawatir, takut dan tidak tahu. 2. Mata melotot sambil memperlihatkan giginya dan kedua tangannya diangkat ke depan dada sambil memegang kertas, menandakan rasa gugup yang tinggi. 3. Baju putih, celana hitam, dan dasi, pakaian yang menandakan kegiatan formal. 4. Slide Power Point, menandakan adanya presentase. 5. Naskah skripsi, menandakan bahwa ini adalah sidang skripsi. 6. Bunyi huruf “Eeh… eeh… anu… eehh… pada balon kata, merupakan bunyi huruf yang menandakan terbata-bata. Hal ini menunjukkan rasa gugup yang tinggi, tidak percaya diri, tidak tahu, kebingungan, dan mengambil jeda untuk berpikir di depan kedua dosen penguji saat seminar hasil skripsi sedang berlangsung. SASAK DESAIN VISUAL DAN KOMUNIKASI Vol. 04 No. 1 Mei 2022, Journal Sasak 36 4 KESIMPULAN Teori Peirce triangle meaning yang terdiri atas sign tanda, object objek, dan interpretant interpretan, merupakan teori yang dapat digunakan dalam analisis semiotika pada karya seni rupa. REFERENSI [1] N. H. Usman, “Representasi Nilai Toleransi Antarumat Beragama Dalam Film Aisyah Biarkan Kami Bersaudara,” Skripsi, p. 78, 2017, [Online]. Available Hikma [2] B. Mudjiyanto and E. Nur, “Semiotics In Research Method of Communication [Semiotika Dalam Metode Penelitian Komunikasi],” Pekommas, vol. 16, no. 1, pp. 73–82, 2013. [3] W. S. Ni, “Tinjauan Teoritik tentang Semiotik,” J. Unair, vol. 2, no. 3, pp. 145–158, 1995, [Online]. Available Teoritik tentang [4] D. Suherdiana, “Konsep Dasar Semiotika dalam Komunikasi Massa menurut Charles Sanders Pierce,” J. Ilmu Dakwah, vol. 4, no. 12, p. 371, 2015, doi [5] M. Sari, “Penelitian Kepustakaan Library Research dalam Penelitian Pendidikan IPA,” Nat. Sci. J. Penelit. Bid. IPA dan Pendidik. IPA, vol. 6, no. 1, pp. 41–53, 2020. [6] M. M. Moto, “Pengaruh Penggunaan Media Pembelajaran dalam Dunia Pendidikan,” Indones. J. Prim. Educ., vol. 3, no. 1, p. 20, 2019, doi [7] S. H. Heriwati, “SEMIOTIKA DALAM PERIKLANAN Sri Hesti Heriwati Jurusan Desain Interior Fakultas Seni Rupa dan Desain Interior ISI Surakarta,” pp. 1–15, 2016. [8] A. Asriningsari and N. M. Umaya, SEMIOTIKA TEORI DAN APLIKASI PADA KARYA SASTRA, 1st ed. Semarang IKIP PGRI Semarang Press. [9] Rini Fitria, “Analisis Charles Sanders Peirce daam iklan kampanye pasangan calon Gubernur dan wakil gubernur provinsi Bengkulu Tahun 2015,” Https// vol. 6, no. 1, pp. 44–50, 2015, doi [10] A. Malik, R. Istianah, and B. R. Bagja, “Analisis Semiotika Charles Sanders Peirce Tentang Makna Logo Pariwisata Kabupaten Sukabumi,” J. Ilmu Komput. dan Desain Komun. Vis., vol. 6, no. 1, pp. 40–49, 2021. [11] A. Toni and R. Fachrizal, “Studi Semitoka Pierce pada Film Dokumenter The Look of Silence Senyap,” J. Komun., vol. 11, no. 2, pp. 137–154, 2017, doi [12] E. D. Siregar and S. Wulandari, “Kajian Semiotika Charles Sanderspierce Relasitrikotomi Ikon,Indeks dan Simbol dalam Cerpenanak Mercusuar karya Mashdar Zainal,” Titian J. Ilmu Hum., vol. 04, no. 1, pp. 29–41, 2020, [Online]. Available [13] N. Yuwita, “Representasi Nasionalisme Dalam Film Rudy Habibie Study Analisis Semiotika Charles Sanders Pierce,” J. Herit., vol. 6, no. 1, pp. 1689–1699, 2018. [14] B. Subahri, “PESAN SEMIOTIK PADA TRADISI MAKAN TABHEG DI PONDOK PESANTREN,” 2006. [15] N. Nengsih, “resensi Buku Pengantar Semiotika Tanda-T anda dalam Kebudayaan Kontemporer,” Met. J. Penelit. Bhs., vol. 14, no. 1, pp. 157–162, 2016, doi [16] Arsiani, Suci. 2022. Analisis Semiotika pada Seni Ilustrasi Komuk Strip Karya Irfan Arifin. Skripsi. Makassar. [17] Sobur, Alex. 2006. Analisis Teks Media Suatu Pengantar Untuk Analisis Wacana, Analisis Semiotik, dan Analisis Framing. Bandung. PT. Remaja Rosda Karya. ResearchGate has not been able to resolve any citations for this is a scientific paper compiled by undergraduate students to complete their education. Many methods are used by students to obtain data or information in the preparation of this thesis. This form of activity is often used by students to obtain data by conducting field research. However, this type of research cannot always be carried out, especially in a co-19 pandemic emergency. Literature research is the right way to produce scientific work. But not all students are ready to do this library research. One reason is that there are no guidelines and examples they can guide to conducting this research. So the purpose of this writing is to provide guidelines for students and lecturers to carry out library research in the field of AritonangBuku ini merupakan kumpulan karangan dan tulisan Yewangoe yang bersifat tematis ketika itu negara dan bangsa kita berada dalam situasi yang kurang menguntungkan, ketika konflik-konflik yang terjadi pada SARA terjadi hampir di seluruh nusantara ini. Itulah warna yang sangat menonjol dalam seluruh tulisan ini. Tujuan utama penyusunan tulisan ini adalah ikut membantu upaya-upaya untuk tetap mempertahankan kerukunan hidup umat dari berbagai agama. Pada kesempatan ini pembaca akan merangkumkan secara singkat bagaimana pemikiran pemikiran Yewangoe dalam menjawab masalah-masalah yang dituangkan dalam setiap tema yang ada di buku ini. Ahmad ToniRafki FachrizalPenelitian ini menggunaka studi deskriptif dengan pendekatan kualitatif, yaitu analis semiotik Charles Sanders Pierce. Metode semiotik, yaitu metode analitis untuk menilai signifikasi. Peneliti menggunakan paradigma konstruktivisme. Data diperoleh melalui pemilihan adegan di film "The Look Of Silence Silent" dimana ada unsur-unsur yang berkaitan dengan pelanggaran hak asasi manusia. Peneliti menyimpulkan bahwa kehadiran adegan yang mewakili pelanggaran hak prosedural film "The Look Of Silence Pelanggaran digambarkan melalui adegan merekonstruksi pembunuhan yang dilakukan oleh mantan pelaku tragedi G30S. Kemudian, film ini bisa menjadi perspektif baru. ke masyarakat di sisi lain kejadian SuherdianaSign or symbol in mass communication is not something with without makna. Nevertheless, it is not easy for anyone to can comprehend that sign. Minimally, that is a method for it, is named semiotic. Charles Sanders Pierce introduce pragmatism for this method. For him, semiotics have three researches area syntactic semiotic, semantic semiotic and pragmatic semiotic. Sintaktic semiotic, teach the relation between sign with others sign; semantic semiotic, teach the relation and consequence in interpretant/ relation between sign and its denotation; pragmatic semiotic, teach relation between sign with user of Wayan SartiniAlthough interests in signs and the way people communicate have had a long history, modern semiotic analysis can be said to have begun with two names, namely Swiss linguist Ferdinand de Saussure and American philosopher Charles Sanders Peirce. Although both were concerned with signs, they differed to each other in some respect. Saussure, for example, divided sign into two compon ents, the signifier and the signified, and suggested that the relationship between signifier and signified was crucial and important for the development of Nilai Toleransi Antarumat Beragama Dalam Film Aisyah Biarkan Kami BersaudaraN H UsmanN. H. Usman, "Representasi Nilai Toleransi Antarumat Beragama Dalam Film Aisyah Biarkan Kami Bersaudara," Skripsi, p. 78, 2017, [Online]. Available Hikma MudjiyantoE NurB. Mudjiyanto and E. Nur, "Semiotics In Research Method of Communication [Semiotika Dalam Metode Penelitian Komunikasi]," Pekommas, vol. 16, no. 1, pp. 73-82, DALAM PERIKLANAN Sri Hesti Heriwati Jurusan Desain Interior Fakultas Seni Rupa dan Desain Interior ISI SurakartaS H HeriwatiS. H. Heriwati, "SEMIOTIKA DALAM PERIKLANAN Sri Hesti Heriwati Jurusan Desain Interior Fakultas Seni Rupa dan Desain Interior ISI Surakarta," pp. 1-15, Charles Sanders Peirce daam iklan kampanye pasangan calon Gubernur dan wakil gubernur provinsi Bengkulu TahunRini FitriaRini Fitria, "Analisis Charles Sanders Peirce daam iklan kampanye pasangan calon Gubernur dan wakil gubernur provinsi Bengkulu Tahun 2015," Https// vol. 6, no. 1, pp. 44-50, 2015, doi
31.1 Menentukan unsur, prinsip dan bahan dalam karya seni rupa 3.1.2 Menilai teknik dalam berkarya seni rupa 4.1 Membuat karya seni rupa dua dimensi dengan memodifikasi objek 4.1.1 Membuat karya seni rupa dua dimensi dengan melihat model benda mati, benda hidup dan foto/gambar dan memodifikasinya
The work of art is a visual form that always communicates and even expresses the ideas and experiences that the birth of his sisenimannya. The artwork that is present is a representation of the phenomena that exist in the environment that has a certain meaning and meaning to dissected and analyzed. In addition, artwork is a visual form that always communicates and even expresses ideas and experiences that are born by the sisenimannya. The artwork that is present is a representation of the phenomena that exist in the environment that has a certain meaning and meaning to dissected and analyzed. Analyzing a work of art seems unfair if we do not specify the cultural context of the time in which the work of art was born. Dolorosa Sinaga is a woman born in the tribe of Batak. Batak itself has Patrilineal kinship system. in the Patrilineal community structure based on the father lineage male, the descendant of the father male is considered to have a higher position and his rights will also get more. This brief explanation of the artist's background has become a reference to be developed in interpreting the work analyzed later. Meanings and messages to be conveyed visible from the figure of a mother who was carrying her child. Mothers are women who do not get the highest place among the Batak tribe, so the inheritance belongs entirely to men. The suffering of women is illustrated by the expression of a mother on this work that suffers with an open mouth. Open mouth is part of the complexity of this work because it has the meaning and meaning of a mother who wants to ask for help when a mother is left by the men. Discover the world's research25+ million members160+ million publication billion citationsJoin for free BESAUNG JURNAL SENI DESAIN DAN BUDAYA VOLUME 5 MARET 2020 ISSN PRINT 2502-8626 ISSN ONLINE 2549-4074 74 Analisis Estetika pada Karya Seni Patung Dolorosa Sinaga Mukhsin Patriansyah1 Desain Komunikasi Visual, Universitas Indo Global Mandiri Palembang [Jl. Jendral Sudirman, KM 4 Palembang] Email mukhsin_dkv ABSTRACT The work of art is a visual form that always communicates and even expresses the ideas and experiences that the birth of his sisenimannya. The artwork that is present is a representation of the phenomena that exist in the environment that has a certain meaning and meaning to dissected and analyzed. In addition, artwork is a visual form that always communicates and even expresses ideas and experiences that are born by the sisenimannya. The artwork that is present is a representation of the phenomena that exist in the environment that has a certain meaning and meaning to dissected and analyzed. Analyzing a work of art seems unfair if we do not specify the cultural context of the time in which the work of art was born. Dolorosa Sinaga is a woman born in the tribe of Batak. Batak itself has Patrilineal kinship system. in the Patrilineal community structure based on the father lineage male, the descendant of the father male is considered to have a higher position and his rights will also get more. This brief explanation of the artist's background has become a reference to be developed in interpreting the work analyzed later. Meanings and messages to be conveyed visible from the figure of a mother who was carrying her child. Mothers are women who do not get the highest place among the Batak tribe, so the inheritance belongs entirely to men. The suffering of women is illustrated by the expression of a mother on this work that suffers with an open mouth. Open mouth is part of the complexity of this work because it has the meaning and meaning of a mother who wants to ask for help when a mother is left by the men. Keywords Visual, Ptrilineal, Expression, Figure, Complexity, ABSTRAK Karya seni merupakan wujud visual yang senantiasa mengkomunikasikan bahkan mengekspresikan gagasan dan pengalaman yang dilahirkan oleh sisenimannya. Di samping itu karya seni merupakan wujud visual yang senantiasa mengkomunikasikan bahkan mengekspresikan gagasan dan pengalaman yang dilahirkan oleh sisenimannya. Karya seni yang hadir merupakan representasi dari fenomena-fenomana yang ada di lingkungannya yang memiliki makna dan arti tertentu untuk dibedah dan dianalisis. Menganalisis sebuah karya seni rasanya tidak adil kalau kita tidak menentukan konteks budaya dari zaman di mana karya seni itu dilahirkan. Dolorosa Sinaga merupakan seorang perempuan yang lahir di lingkungan suku Batak. Batak sendiri memiliki sitem kekerabatan Patrilineal. dalam susunan masyarakat Patrilineal yang berdasarkan garis keturunan bapak laki-laki, keturunan dari pihak bapak laki-laki dinilai mempunyai kedudukan lebih tinggi serta hak-haknya juga akan mendapatkan lebih banyak. Penjelasan latar belakang seniman secara ringkas ini sudah menjadi referensi untuk dikembangkan dalam menafsirkan karya yang dianalisis nantinya. Makna dan pesan yang ingin disampaikan terlihat dari figur seorang ibu yang sedang menggendong anaknya. Ibu merupakan kaum perempuan yang tidak mendapat tempat tertinggi dikalangan suku batak, sehingga harta warisan sepenuhnya milik laki-laki. Penderitaan kaum perempuan tersebut tergambar dari ekspresi seorang ibu pada karya ini yang menderita dengan mulut yang terbuka. Mulut terbuka merupakan bagian dari kompleksitas pada karya ini karena memiliki arti dan makna yaitu seorang ibu yang ingin meminta pertolongan ketika seorang ibu tersebut ditinggal oleh kaum kaum laki-laki. Kata Kunci Visual, Ptrilineal, Ekspresi, Figur, Kompleksitas. BESAUNG JURNAL SENI DESAIN DAN BUDAYA VOLUME 5 MARET 2020 ISSN PRINT 2502-8626 ISSN ONLINE 2549-4074 75 1. Pendahuluan Karya seni merupakan wujud visual yang senantiasa mengkomunikasikan bahkan mengekspresikan gagasan dan pengalaman yang dilahirkan oleh sisenimannya. Karya seni yang hadir merupakan representasi dari fenomena-fenomana yang ada di lingkungannya yang memiliki makna dan arti tertentu untuk dibedah dan dianalisis. Menganalisis sebuah karya seni rasanya tidak adil kalau kita tidak menentukan konteks budaya dari zaman di mana karya seni itu dilahirkan. Seperti yang di utarakan oleh Jakob Sumardjo 20062 “... cara membaca atau cara berkomunikasi dengan benda-benda seni dari hasil konteks budaya dari zaman yang berbeda, tidaklah adil. Benda-benda seni masa lampau yang mungkin bernilai keramat, sekarang ini bisa kita nilai profan seperti benda-benda modren yang lain”. Penulis sebagai seorang akademisi tentu mempunyai etika dalam membaca sebuah karya seni. Penjelasan di atas mencoba mengarahkan penulis untuk menganalisis atau membaca sebuah karya seni sesuai dengan konteks zamannya. Setiap zaman tentu mempunyai persepsi dan sudut pandang yang berbeda dalam melahirkan sebuah karya seni bahkan fungsi karya seni itu sendiri. Pada perkembangannya seni dipisahkan dari kehidupan praktis. Seni mampu memposisikan seniman ke dalam ruang imajiner yang melampaui, menembus, bahkan mengungkapkan semua apa yang telah kita alami dalam hidup ini. Kerahasiaan siseniman tidak lagi bisa disembunyikan ketika karya itu disajikan. Namun ada daya tarik tersendiri dalam wujud sebuah karya seni, sehingga masyarakatnya pengamat dapat memahami dan menafsirkan sebuah makna yang terkandung dalam karya seni tersebut. Memahami dan menafsirkan sebuah karya estetik merupakan proses apresiasi. Seorang apresiator harus mempunyai wawasan yang luas dengan karya yang diapresiasi. Wawasan yang dimilikinya akan memudahkan seorang apresiator atau pengamat untuk menafsirkan makna yang terkandung dalam karya seni dan bahkan mampu mengevaluasi dari karya yang diamatinya. Pandangan ini sependapat dengan pandangan yang diutarakan oleh Dharsono 200737 “Pemahaman estetik dalam seni, bentuk pelaksanaannya merupakan apresiasi. Apresiasi seni merupakan proses sadar yang dilakukan penghayat dalam menghadapi dan memahami karya seni. Apresiasi tidak sama dengan penikmatan, mengapresiasi merupakan proses untuk menafsirkan sebuah makna yang terkandung dalam karya seni. Seorang pengamat yang sedang memahami karya sajian maka sebenarnya ia harus terlebih dahulu mengenal struktur organisasi atau dasar-dasar penyusunan dari karya yang sedang dihayati”. Apabila kita simpulkan dari penjelasan di atas, maka seorang apresiator harus mengalami proses berkreasi seni terlebih dahulu, setidaknya mengenal teori dasar seni yang diamatinya. Dengan adanya wawasan dan pengalaman estetik tersebut maka sipengamat atau apresiator akan mudah menafsirkan makna yang diinformasikan dari sebuah karya seni. Secara objektif penghayat harus dapat menafsirkan segala pengalaman estetik dan segala intelektualnya dalam menafsirkan lambang-lambang yang dihadirkan siseniman Dharsono, 200737. Proses menafsirkan sebuah karya seni tidak mungkin dilakukan dengan mengarang-ngarang, hal ini akan terkesan ngaur dan mengada-ngada. Untuk menghindari hal itu sipengamat harus mempunyai wawasan lebih terhadap karya seni yang diamatinya. Penafsiran yang lebih mendalam dari informasi-informasi yang dihadirkan dalam sebuah karya estetik merupakan proses analisis. Menganalisis merupakan kata kerja yang berasal dari kata analiyze/ analyse, artinya membedah dan mengamati sesuatu secara kritis dan seksama dengan cara membedah bagian-bagiannya terlebih dahulu dan menyoroti detil-detil dari setiap bagian tersebut Marianto, 201137. Uraian tersebut menjelaskan bahwa dalam menganalisis sesuatu yang secara keseluruhan dianggap kompleks, misalnya sebuah karya seni maka proses pembedahan secara detil dan menguraikannya satu persatu kita akan mendapatkan sebuah pemahaman lebih atas interpretasi dari sesuatu yang kita amati. Semakin detil, maka semakin mudah kita menafsirkan dari karya seni tersebut, hal ini juga tidak menutup kemungkinan adanya sebuah proses penggalian informasi internal dan informasi eksternal seperti yang diungkapkan oleh M. Dwi Marianto Informasi yang dikumpulkan dari proses pembedahan secara detil dari karya seni yang bersangkutan, hal ini bisa dikatakan sebagai internal information/ informasi internal. Sedangkan segala informasi yang berasal dari luar karya seni yang bersangkutan disebut external information/ informasi eksternal, misalnya fakta-fakta mengenai diri si seniman, atau fakta-fakta mengenai zaman ketika karya seni bersangkutan dilahirkan M. Dwi Marianto, 2002 4.Pada makalah ini penulis mencoba menganalisis karya Dolorosa Sinaga yang berjudul “Semburan Lumpur itu tidak akan Berhenti” dan “Mother and Child”. Dolorosa Sinaga adalah pematung yang memiliki kepedulian sosial sangat tinggi, hal ini tercermin dari beberapa karya yang dihadirkannya. Karya-karya patung yang dihadirkannya sangat ekspresif mengingatkan kita pada kenyataan yang sebenarnya. Goresan dan pahatan BESAUNG JURNAL SENI DESAIN DAN BUDAYA VOLUME 5 MARET 2020 ISSN PRINT 2502-8626 ISSN ONLINE 2549-4074 76 Dolorosa menggambarkan kepedihan, kekuatan, dan ketegaran. Namun dalam beberapa patung tampil pula ekspresi cinta dan kelembutan antara anak dan ibu. Analisis yang digunakan pada karya patung Dolorosa Sinaga tersebut di atas nantinya menggunakan analisis interpretasi dengan pendekatan estetika Monroe Bardsley, yang terdiri dari 3 unsur yakni 1 unity kesatuan, 2 Complexity kerumitan/ kompleksitas 3 Intensity kesungguhan Dharsono Sony Kartika, 200763. hal ini dilakukan untuk menghindari kesalahpahaman dalam membaca tulisan ini. Analisis interpretasi digunakan untuk mengetahui makna-makna yang mungkin tersembunyi di balik simbol-simbol yang ditampilkan oleh Dolorosa Sinaga pada karyanya. Metode yang digunakan dalam penelitian ini adalah metode Analisis interpretasi yang bertujuan untuk mendeskripsikan pesan dan makna yang terkandung di dalam Karya seni patung Dolorosa Sinaga dengan cara menguraikan unsur-unsur yang manjadi satu kesatuan dari wujud seni. Menganalisis merupakan kata kerja yang berasal dari kata analiyze/ analyse, artinya membedah dan mengamati sesuatu secara kritis dan seksama dengan cara membedah bagian-bagiannya terlebih dahulu dan menyoroti detil-detil dari setiap bagian tersebut M. Dwi Marianto, 201137. 2. Pembahasan Secara metaforik kita dapat mengatakan bahwa makna atau isi suatu karya seni disampaikan dalam bahasa karya seni M. Dwi Marianto, 2002 18. Bahasa seni bukanlah bahasa verbal yang sering digunakan sehari-hari yang sangat mudah untuk dipahami, namun karya seni merupakan bahasa simbol yang di dalamnya mempunyai maksud tertentu yang ingin disampaikan oleh sisenimannya. Pendekatan ini sangat relevan dengan teorii Cassirer dalam Agus Sachari 2002 15 bahwa “... bentuk simbolis dalam sebuah karya estetis bukanlah semata-mata reproduksi dari realitas yang “selesai”. Seni merupakan salah satu jalan ke arah pandangan objektif atas benda-benda dan kehidupan manusia. Seni bukanlah imitasi realitas, melainkan penyingkapan realitas”. Sebuah karya estetis bukan semata-mata imitasi dari realitas yang ada dengan wujud yang hampir sama dengan realitas tersebut, melainkan reinterpretasi dari siseniman dalam mengekspresikan realitas dengan bahasa seni yang bersifat simbolis. Sebuah simbol akan lebih bermakna apabila mampu mempengaruhi pola pikir, berprilaku, dan bertindak suatu masnyarakat kearah yang lebih baik yaitu berupa pandangan yang objektif yakni hubungan antara siseniman dengan manusia dan alam sekitarnya. A. Ekspresi Seni pada karya Seni Patung Dolorosa Sinaga Suatu hasil seni yang baik bukanlah suatu manifestasi sembarangan, mencipta asal jadi. Suatu karya seni dilahirkan karena dorongan menyeluruh, kuat dan banyak segi Sudarmaji, 197925. Hal ini juga tidak menutup kemungkinan ada sebuah kontemplasi yang mendalam, sehingga karya yang dihadirkan mampu berdialog dengan para penikmatnya. Karya seni merupakan aktivitas kreatif, yang mencoba untuk menyusun elemen-elemen seni rupa. Pada tahap tertentu karya seni juga memerlukan pengamatan yang teliti tidak sembarangan dalam menyusun elemen-elemen senirupa, sehingga karya yang dilahirkan mempunyai nilai estetik. Seperti yang diungkapkan oleh Nyoman Kutha Ratna 2007308 “Pada dasarnya, seorang seniman adalah pengamat dan peneliti yang cermat, meskipun pada umumnya dilakukan secara tidak langsung. Tanpa pengamatan maka karya yang dihasilkan tidak akan memiliki nilai yang meyakinkan”. Hal ini lah yang mendasari karya-karya estetik yaitu perenungan dan pengamatan dari sebuah fenomena yang berkembang. Dasar-dasar ini lah yang tergambar dalam karya Dolorosa Sinaga. Apabila kita mengamati karyanya yang bersifat ekspresif seolah-olah kita merasakan realita yang sesungguhnya. rasa penasaran mengerakkan hati penulis untuk menganalisis lebih dalam makna dan pesan yang ingin disampaikan Dolorosa Sinaga melalui karyanya. Karya seni merupakan wujud visual yang senantiasa mengkomunikasikan bahkan mengekspresikan gagasan dan pengalaman yang dilahirkan oleh sisenimannya. Karya seni yang hadir merupakan representasi dari fenomena-fenomana yang ada di lingkungannya yang memiliki makna dan arti tertentu untuk dibedah dan dianalisis. Menganalisis sebuah karya seni rasanya tidak adil kalau kita tidak menentukan konteks budaya dari zaman di mana karya seni itu dilahirkan. Seperti yang di utarakan oleh Jakob Sumardjo 2006 2 mengungkapkan bahwa “... cara membaca atau cara berkomunikasi dengan benda-benda seni dari hasil konteks budaya dari zaman yang berbeda, tidaklah adil. Benda-benda seni masa lampau yang mungkin bernilai keramat, sekarang ini bisa kita nilai profan seperti benda-benda modren yang lain”. Penulis sebagai seorang akademisi tentu mempunyai etika dalam membaca sebuah karya seni. Penjelasan di atas mencoba mengarahkan penulis untuk menganalisis atau membaca sebuah karya seni sesuai dengan konteks zamannya. Setiap zaman tentu mempunyai persepsi dan sudut pandang yang berbeda dalam melahirkan sebuah karya seni bahkan fungsi karya seni itu sendiri. Pada perkembangannya seni dipisahkan dari kehidupan praktis. Seni mampu memposisikan seniman ke dalam ruang imajiner yang melampaui, menembus, bahkan mengungkapkan semua apa yang telah kita alami dalam hidup ini. Kerahasiaan siseniman tidak lagi bisa disembunyikan ketika karya itu disajikan. Namun ada daya tarik tersendiri dalam wujud sebuah karya seni, sehingga masyarakatnya pengamat dapat memahami dan BESAUNG JURNAL SENI DESAIN DAN BUDAYA VOLUME 5 MARET 2020 ISSN PRINT 2502-8626 ISSN ONLINE 2549-4074 77 menafsirkan sebuah makna yang terkandung dalam karya seni tersebut. Memahami dan menafsirkan sebuah karya estetik merupakan proses apresiasi. Seorang apresiator harus mempunyai wawasan yang luas dengan karya yang diapresiasi. Wawasan yang dimilikinya akan memudahkan seorang apresiator atau pengamat untuk menafsirkan makna yang terkandung dalam karya seni dan bahkan mampu mengevaluasi dari karya yang diamatinya. Wawasan inilah yang menjadi landasan untuk menafsirkan sebuah karya seni dan mengevaluasinya. Analisis interpretasi dengan pendekatan estetika Manroe Bardsley merupakan bagian penting untuk menganalisis karya Dolorosa Sinaga nantinya. Teori estetika yang diungkapkan oleh Monroe Bardsley ada 3 unsur yang paling utama dalam membuat karya seni yang baik dan benar dari benda-benda estetis pada umumnya yaitu 1 unity kesatuan, 2 Complexity kerumitan/ kompleksitas 3 Intensity kesungguhan Dharsono, 200763. Unity kesatuan hal ini dapat dilihat dari unsur-unsur rupa gari, bidang, warna, tekstur, ruang, dan lain-lain yang menjadi kesatuan dalam sebuah karya seni tersebut. Unsur-unsur tersebut menjadi sebuah struktur yang terbangun dan tersusun dengan baik dan benar dalam sebuah karya seni berdasarkan prinsip irama, gradasi, kontras, dan lain-lain, juga sesuai dengan azas penyusunan keseimbangan, harmoni, proporsi, dan lain-lain. Complexity kerumitan/ kompleksitas dari benda estetis tidak terlihat sederhana sekali melainkan kaya akan isi dan makna. Hal ini juga dapat dilihat dari nilai kerumitan atau kesulitan dalam karya yang mengandung perbedaan-perbedaan antara karya satu dengan karya yang lainnya. Complexity tidak dilihat dari kerumitan secara fisik, namun ada kekosongan misalnya diam atau kehampaan itu merupakan kompleksitas, begitu juga dengan kesederhanaan, juga merupakan kompleksitas. Intensity kesungguhan dalam berkarya seni dapat dilihat dari kualita tertentu yang menonjol dalam karya. Misalnya suasana suram, gembira, lembut, kasar, halus, sedih, lucu, dan lain sebagainya. Kualita tersebut dapat mengindikasikan bahwa karya seni yang diciptakan secara intensif atau sungguh-sungguh. Dalam proses berkarya seni akan terlihat jelas dari karya yang dilahirkan nantinya, Hal ini yang membedakan antara karya yang asal-asalan dengan karya yang dibuat dengan kesungguhan tentu akan berbeda hasilnya, sebab dari kesungguhan inilah pengamat maupun penikmat dapat merasakan bahwa karya seni tersebut mempunyai “roh”. Intensity juga dapat dilihat dari kesempurnaan penggarapan karya. Tidak ada hal sekecilpun yang terabaikan atau seolah-olah tidak tergarap. Sehingga karya seni yang disajikan benar-benar selesai. Dolorosa Sinaga merupakan seorang perempuan yang lahir di lingkungan suku Batak. Batak sendiri memiliki sitem kekerabatan Patrilineal. dalam susunan masyarakat Patrilineal yang berdasarkan garis keturunan bapak laki-laki, keturunan dari pihak bapak laki-laki dinilai mempunyai kedudukan lebih tinggi serta hak-haknya juga akan mendapatkan lebih banyak. Penjelasan latar belakang seniman secara ringkas ini sudah menjadi referensi untuk dikembangkan dalam menafsirkan karya yang dianalisis nantinya. Sebelum analisis dilakukan oleh kritikus seni kegiatan mendeskripsi merupakan kegiatan yang lebih awal untuk melakukan analisis. Deskripsi bisa juga dikatakan sebagai penggambaran secara verbal dengan menjelaskan detil-perdetil dari sebuah karya seni yang diamati. Seperti yang diungkapkan oleh Dharsono Sony Kartika 200762bahwa “Deskripsi merupakan suatu proses inventarisasi, mencatat apa yang tampak kepada kita. Inventarisasi merupakan suatu istilah yang berasal dari bahasa latin invenire yang artinya menemukan, dan ini dimaksudkan untuk menemukan secara objektif apa yang ada pada suatu kaya seni. Pernyataan tersebut menjelaskan bahwasanya dalam proses mendeskripsi sebuah karya seni penulis harus menunda terlebih dahulu suatu penilaian, kesimpulan, dan interpretasi dari sebuah karya yang diamati, karena belum ada penggambaran secara verbal dari karya tersebut. Dengan demikian penulis melakukan deskripsi terlebih dahulu, dilanjutkan dengan analsis interpretasi dan kesimpulan dan penilaian. B. Deskripsi dan Interpretasi Karya Dolorosa Sinaga Gambar 1. Mother and Child, Bronze, 2006. Ukuran 25 x 20 x 72 cm. Sumber BESAUNG JURNAL SENI DESAIN DAN BUDAYA VOLUME 5 MARET 2020 ISSN PRINT 2502-8626 ISSN ONLINE 2549-4074 78 1. Deskripsi karya Objek pada karya ini adalah objek seorang perempuan yang sedang menggendong anak. Perempuan dengan wajah yang bersedih dan mulut yang terbuka seolah-olah ingin meminta pertolongan. Secara keseluruhan warna yang terlihat adalah Warna kuning kecoklatan, hal ini terlihat dari kualitas warna yang ditampilkan. Perempuan pada karya di atas menggambarkan seorang ibu yang sedang menggendong anaknya, tentu ini akan menimbulkan interpretasi dalam menafsirkan karya Dolorosa Sinaga di atas. Karya Dolorosa ini merupakan karya tiga dimensi atau karya seni patung. Karya patung Dolorosa yang ditampilkan di atas menggunakan tekstur kasar, sehingga mampu membangun sebuah dinamika dan mempu menghadirkan suasana sedih, prihatin dan penuh penderitaan, hal ini terlihat jelas dari keseluruhan karya. Pada karya ini Dolorosa tidak ragu-ragu mengekspresikan perasaannya sesuai dengan realita yang terjadi di lingkungannya. Realita itu tergambar jelas dari karya seni patungnya yang bersifat ekspresif. Media yang digunakannya juga merupakan media yang memiliki kualitas ketahanan tinggi yakni perunggu. Dolorosa sendiri merupakan keturunan dari suku Batak yang memiliki kekerabatan patrilineal yaitu garis keturunan berdasarkan bapak laki-laki, keturunan dari pihak bapak laki-laki dinilai mempunyai kedudukan lebih tinggi serta hak-haknya juga akan mendapatkan lebih banyak. Dengan latar belakang seperti ini Dolorosa mengungkapkannya melalui karya seni patung yang bersifat ekspresif. Hal ini yang nantinya di analsis dengan pendekatan interpretasi. 2. Analisis Interpretasi Berdasarkan data yang dihasilkan dari deskripsi di atas, maka dapat dilanjutkan dengan tahap analisis interpretasi. Interpretasi merupakan suatu proses ketika kritikus mengemukakan arti suatu karya setelah melakukan penyelidikan yang cermat Sem 200016. Isi deskripsi yang telah dikemukakan di atas bisa dijadikan sampul bukti untuk menafsirkan sebuah karya seni karena keterangan tersebut sudah menjelaskan secara detil dari apa yang diamati. Karya I yang berjudul Mother and Child, berangkat dari sebuah permasalahan yang ada di lingkungan di mana seniman itu di lahirkan yakni suku batak yang memiliki kekerabatan Patrilineal. Permasalahan tersebut menjadi hal yang sangat mendasar dalam melahirkan karya patung ini, sehingga karya yang dilahirkan bersifat ekspresif. Karya Dolorosa di atas menggunakan media perunggu bronze. Pilihan tersebut, adalah karena perunggu mempunyai kualitas yang dapat memukau dan permukaannya berkilau. Media perunggu di dalamnya tersimpan nuansa karakter perempuan dan pada sisi lain perunggu memiliki kekuatan dan ketahanan yang cenderung sebagai karakter laki-laki. Oleh sebab itu dapat disimpulkan bahwa dalam karakter perunggu itu ada dua karakter yang bertentangan, tetapi tak dapat dipisahkan antara satu dan yang lainnya. Karena itulah maka Dolorosa memilih perunggu sebagai medianya. Sebuah karya seni tidak terlepas dari unsur-unsur estetik yang membangunnya. Keindahan juga dianggap sebagai suatu kebulatan yang memiliki berbagai unsur yang membuat sesuatu hal dikatakan indah The Liang Gie, 199743. Karya estetik yang dihadirkan oleh Dolorosa Sinaga akan dianalisis interpretasi dengan pendekatan teori estetika Monroe Bardsley. Secara unity karya yang dihadirkan dapat dilihat bagaimana seniman menyusun elemen-elemen senirupa berdasarkan asaz penyusunan dan prinsip penyusunan. Sebuah karya seni di dalamnya terdapat unsur-unsur seni rupa yang membangun berupa garis, shape, bidang, warna, tekstur, ruang dan lain-lain yang disusun berdasarkan asas penyusunan yakni keseimbangan, proporsi, keselarasan, dan lain sebagainya, hal inilah yang terlihat pada karya patung di atas. Media yang digunakan siseniman dalam mewujudkan karya seni patung di atas mempunyai kualitas tinggi dan terlihat menarik karena perpaduan unsur-unsur seni rupa dengan mempertimbangkan asas-asas dalam penyusunannya. Secara Complexity kerumitan/ kompleksitas yang terlihat, di mana Dolorosa mampu membuat figur seoarang ibu dan anak lebih bersifat ekspresif. Berbicara tentang kompleksitas bukan sekedar berbicara tentang kerumitan dari karya yang ditampilkan, namun di dalamnya kaya akan isi, makna, dan pesan yang ingin di sampaikan. Patung Dolorosa Sinaga yang bersifat ekspresif tersebut tentu memiliki makna dan pesan yang ingin disampaikan. Adapun makna dan pesan yang ingin disampaikan terlihat dari figur seorang ibu yang sedang menggendong anaknya. Ibu merupakan kaum perempuan yang tidak mendapat tempat tertinggi dikalangan suku batak, sehingga harta warisan sepenuhnya milik laki-laki. Penderitaan kaum perempuan tersebut tergambar dari ekspresi seorang ibu pada karya ini yang menderita dengan mulut yang terbuka. Mulut terbuka merupakan bagian dari kompleksitas pada karya ini karena memiliki arti dan makna yaitu seorang ibu yang ingin meminta pertolongan ketika seorang ibu tersebut ditinggal oleh kaum kaum laki-laki. Intensity kesungguhan pada karya di atas terlihat dari garapan karya dan media yang digunakan. Pemilihan media juga menjadi salah satu indikator dari kesungguhan karena media perunggu dalam penggarapannya harus dilakukan dengan intensif dan tenaga yang ekstra. Intensity pada karya ini terlihat bagaimana siseniman menggarap karya dengan totalitas sehingga tidak terlihat sedikit celah yang terlupakan atau tidak tergarap. Pencapaian dan konsistensinya pada pilihan teknik, dalam menggarap bentuk, tekstur maupun warna terlihat benar-benar selesai. Pada karya ini siseniman sudah terlihat tuntas dalam menyalurkan ekspresinya. BESAUNG JURNAL SENI DESAIN DAN BUDAYA VOLUME 5 MARET 2020 ISSN PRINT 2502-8626 ISSN ONLINE 2549-4074 79 Gambar 2. Dolorosa Sinaga, “Tarian Tor tor”, Perunggu, 2012. Ukuran 84 x 100 x 29 cm Sumber 1. Deskripsi Karya Wujud visual pada karya di atas berangkat dari figur wanita yang sedang menari, adapun tariannya adalah tari tor-tor khas suku Batak. Lima perempuan yang sedang menari tersebut berdiri sejajar dengan menggerakkan tangan dan kepala, sehingga membentuk sebuah irama dan terkesan hidup. Di antara lima penari tersebut, ada satu penari geraknya berbeda dengan penari yang lain, dari perbedaan ini menimbulkan kekontrasan. Jarak antara penari yang satu dengan yang lainnya menciptakan sebuah ruang. Media yang digunakan ialah media perunggu dengan teknik cor logam. Media ini sangat berkualitas dan mampu melahirkan karya seni yang juga berkualitas karena pemilihan media perunggu tersebut. Warna yang ditampilkan pada karya di atas adalah warna kuning kehitaman. Karya patung Dolorosa Sinaga di atas juga divisualkan dengan sangat ekspresif. Patung yang bersifat ekspresif ini menggunakan tekstur kasar, sehingga menciptakan grafity-grafity kain yang dipakai oleh penari pada karya tersebut. Kesatuan warna, bentuk, ruang, shape bangun, teksture, dan perbedaan kontras pada karya di atas merupakan satu kesatuan yang disusun dengan pengamatan yang intens. 2. Analisis Interpretasi Berdasarkan data hasil dari pembedahan secara detail dari struktur karya, maka dapat dilakukan penafsiran atau interpretasi dengan pendekatan estetika. Tari tor-tor yang diwujudkan dengan gaya patung yang bersifat ekspresif sangat kental dengan nuansa tradisinya karena berangkat dari konsep tradisi yakni tari tor-tor. Unity Pada karya di atas tarian tersebut dimainkan oleh perempuan dengan jumlah ganjil yakni lima dengan posisi yang sejajar. Kesejajaran penari tersebut membangun sebuah irama dan terkesan hidup. Warna yang digunakan ialah warna kuning kehitaman yang menjadi satu kesatuan yang utuh antara bentuk karya dan konsep karya yang diusungnya yakni tari tor-tor. Tari ini merupakan tarian khas suku batak, dulunya tari ini sangat terkenal dikalangan masyarakat batak. Pada perkembangannya di zaman sekarang masyarakat batak banyak yang lupa dengan tari tor-tor tersebut. Dari penjelasan tersebut warna kuning kehitaman tersebut memberikan kesatuan antara warna dan konsep karya yang di usung. Selain itu peran perempuan juga menjadi tujuan dalam melahirkan karya ini, disini ternyata Dolorosa ingin bercerita tentang nasib perempuan Batak yang hanya sebagai penghibur. Sesuatu yang sangat menarik lagi adalah perbedaan atau kekontrasan pada karya di atas yakni lima di antara penari tersebut ada satu yang bergerak aneh dengan penari yang lainnya. Perbedaan salah satu penari pada karya di atas memberikan tafsiran sebuah kesalahan yang dilakukan oleh penari tersebut, hal ini ditandai dengan wajah yang menoleh ketemannya. Perbedaan-perbedaan tersebut merupakan Complexity kerumitan dari karya di atas. Berbicara tentang kompleksitas merupakan seuatu yang kompleks di dalamnya kaya akan isi dan makna yang ingin disampaikan. Makna yang ingin disampaikan dolorosa melalui karyanya ternyata Dolorosa ingin mengungkapkan peran wanita Batak yang tertindas, hal ini terlihat dari patungnya yang bersifat ekspresif. Intensity kesungguhan pada karya di atas terlihat dari garapan karya dan media yang digunakan. Pemilihan media juga menjadi salah satu indikator dari kesungguhan karena media perunggu dalam penggarapannya harus dilakukan dengan intensif dan tenaga yang ekstra. Intensity pada karya ini terlihat bagaimana siseniman menggarap karya dengan totalitas sehingga tidak terlihat sedikit celah yang terlupakan atau tidak tergarap. Pencapaian dan konsistensinya pada pilihan teknik, dalam menggarap bentuk, tekstur maupun warna terlihat benar-benar selesai. Pada karya ini siseniman sudah terlihat tuntas dalam menyalurkan ekspresinya. 3. Kesimpulan Kesatuan yang membentuk sebuah karya seni yang baik dan indah tidak terlepas dari unsur-unsur yang membangunnya yakni garis, bidang, warna, tekstur, dan lain sebgainya, kesemuanya itu disusun berdasarkan asas penyusunan dengan mempertimbangkan harmoni, keselarasan, dan keseimbangan. Pada karya yang dihadirkan Dolorosa Sinaga di atas, nampaknya Dolorosa sudah memahami hal tersebut sehingga karya yang dihadirkan mempunyai kesatuan yang utuh, bervariasi, dan tidak menoton. Secara complexity Karya yang dihadirkan di atas juga kaya akan isi dan makna yang terkandung di dalamnya dengan proporsi bentuk yang ideal merupakan bagian dari kompleksitas yang sangat menarik untuk diapresiasi. Dalam karya di atas terdapat perbedaan-perbedaan yang halus, antara keinginan, kesalahan, membosankan, amarah, ketertindasan kaum wanita semua itu merupakan suasana yang memberikan makna tersendiri bagi para penikmatnya. Patungnya yang bersifat ekspresif juga merupakan kompleksitas dari karya tersebut. Secara intensity terlihat bagaimana totalitas dari siseniman dalam menggarap sebuah karya sehingga tidak BESAUNG JURNAL SENI DESAIN DAN BUDAYA VOLUME 5 MARET 2020 ISSN PRINT 2502-8626 ISSN ONLINE 2549-4074 80 terlihat celah-celah sekecilpun yang terlupakan atau tidak tergarap. Perenungan yang mendalam melahirkan gagasan atau ide yang diusungkan yang merupakan bagian dari intensitas Dolorosa melihat fenomena yang terjadi, kemudian diwujudkan kemedia perunggu yang memiliki kualitas sangat tinggi. Pemilihan teknik yang digunakan juga merupakan intensitas dari siseniman karena taknik tersebut sangat memerlukan tenaga yang ekstra dan kekuatan fisik yang menunjang dalam melahirkan karya tersebut. Pada karya Dolorosa di atas seniman sangat peduli dengan kaum wanita di suku Batak. Peran wanita di suku Batak yang kurang diperhatikan bagi kaum laki-laki menjadi rangsang cipta dalam melahirkan karyanya. Pada karya Dolorosa di atas tidak terlihat ruang kosong, padahal ruang kosong tersebut mampu membangun dinamika tertentu dan terkesan sangat lebih menarik lagi. Selain itu dolorosa juga tidak mempertimbangkan tekstur yang digunakan semua karya digarapa menggunakan tektur kasar, di sini tidak ada perbedaan tekstur yang digunakan. Perpaduan tekstur kasar dengan tekstur halus, kemudian ada bagian yang licin. Hal ini akan memberikan kesan lebih menarik lagi dan hal ini merupakan bagian dari kompleksitas karena mengandung perbedaan-perbedaan yang kontras. Banyak hal-hal yang menarik dari karya yang dihadirkan oleh Dolorosa Sinaga dengan patung yang bersifat ekspresif. Semuanya itu sangat menarik untuk ditelaah baik secara bentuk, isi dan visual yang ditampilkan, penulis menyarankan kepada kritikus lainnya untuk mengkaji lebih mendalam lagi tentang karya yang dibuat oleh Dolorosa Sinaga baik dari segi epistimolgi, sosiologi, psikologi, Semiotika dan lain sebagainya, sehingga melalui pendekatan-pendekatan tersebut kita mampu memberikan wacana baru dalam wajah seni rupa di Institut Seni Indonesia Padangpanjang. Kajian tentang ide, gagasan dan konsep berkarya Dolorosa Sinaga merupakan sebuah kajian yang menarik, untuk diteliti lebih lanjut. Daftar Pustaka Gie, The Liang, 1997, Filsafat Keindaha, Yogyakarta Pusat Belajar Ilmu Berguna. Kartika, Dharsono Sony. 2007. Estetika. Bandung, Rekayasa Sains. Kritik Seni. Bandung Rekayasa Sains. Marianto, M. Dwi. 2011. Menempa Quanta Mengurai Seni. BP ISI Yogyakarta Yogyakarta. __________________. 2002. Seni Kritik Sen. BP ISI Yogyakarta Yogyakarta. Ratna, Nyoman Kutha. 2007. Estetika Sastra dan Budaya. Pustaka Pelajar Yogyakarta. Bangun, Sem C. 2000. Kritik Seni Rupa, Bandung ITB Bandung. Sumardjo, Jakob. 2006. Estetika Paradoks. Sunan Ambu Press Bandung. Sudarmaji. 1979. Dasar-dasar Kritik Seni Rupa. Balai Seni Rupa Jakarta Jakarta. Sumber Internet ResearchGate has not been able to resolve any citations for this 84 x 100 x 29 cm Daftar PustakaGambar 2. Dolorosa Sinaga, "Tarian Tor tor", Perunggu, 2012. Ukuran 84 x 100 x 29 cm Daftar PustakaThe GieLiangGie, The Liang, 1997, Filsafat Keindaha, Yogyakarta Pusat Belajar Ilmu Berguna.
. 36 478 429 230 424 23 262 231